Strategi Dakwah Rasulullah di Madinah
Strategi Dakwah Rasulullah di Madinah
https://quizizz.com/join?gc=79442558
(Ema Suraya, S.Pd.I,S.Pd, Gr.)
Perjalanan dan perjuangan hidup Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam (SAW) dalam menegakkan ajaran Islam paling mengesankan terjadi setelah hijrah dari Makkah ke Madinah. Periode inilah yang menjadi dasar konsep-konsep modern terbentuknya Masyarakat Madani atau Civil Society. Dalam pengertian yang luas, adalah Masyarakat yang Berperadaban.
Dalam Tarikh Islam secara umum dijelaskan bahwa setelah perjuangan dakwah di Makkah terasa sempit bagi dakwah Rasulullah SAW, Madinah menjadi ruang dakwah baru bagi beliau. Sebenarnya, ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, sudah banyak penduduk Madinah yang memeluk Islam atau yang kemudian dikenal dengan kaum Anshar. Namun, Madinah tetaplah sebuah wilayah dengan ragam suku dan kultur masyarakat sehingga Rasulullah SAW mempunyai berbagai langkah dan strategi dalam mewujudkan kesuksesan dakwahnya.
Sejak hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam (SAW) dan para sahabat selalu berdakwah kepada penduduk Madinah tanpa mengenal lelah dan putus asa. Dakwah Rasulullah SAW ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk Islam (umat Islam) dan orang-orang yang belum masuk Islam.
Dakwah kepada umat Islam bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang bertakwa.
Selain itu, Rasulullah SAW dibantu oleh para sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan sesama umat Islam dan terbentuk Masyarakat Madani di Madinah.
Sedangkan dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam bertujuan agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-ajarannya dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa beriman dan beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
Dalam kajian DR Mahdi Rizqullah Ahmad, Biografi Rasulullah dan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri dalam Sirah Nabi Nabawiyah diungkap sejumlah strategi dakwah yang dilakukan Rasulullah SAW.
Strategi yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat dalam dakwah menyebarkan agama Islam antara lain:
1. Membangun masjid sebagai pusat ibadah dan dakwah
Membangun masjid ini merupakan usaha pertama Nabi Muhammad SAW dalam membentuk masyarakat Islam Madinah. Masjid yang pertama dibangun Nabi di Madinah adalah Masjid Nabawi yang dibangun pada bulan Rabiulawal 1 Hijriah (September 622 M).
Fungsi masjid di zaman Rasulullah SAW adalah sebagai berikut :
1. Sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah dan akhlak. Menjadi sarana ibadah seperti sholat;
2. Menjadi tempat belajar agama Islam yang bersumberkan dari Al-Quran dan Al-Hadits
3. Sebagai sarana tempat menyambung tali silaturrahim antara kaum Muslimin
4. Sebagai sarana sosial
5. Menjadi tempat bermusyawarah
6. Tempat menyusun strategi perang
2. Membangun ekonomi rakyat dengan membangun pasar yang tidak jauh dari masjid.
Untuk membangun perekonomian rakyat sekaligus sebagai sarana dalam menyebarkan ajaran Islam, Nabi Muhammad SAW dan para sahabat mendirikan pasar yang lokasinya tidak jauh dari masjid Nabawi. Pasar yang dibangun dimaksudkan sebagai langkah untuk mendidik umat bagaimana ajaran Islam mengatur roda perekonomian dengan begitu adilnya. Pasar tersebut telah mengubah sistem pasar Yahudi yang ada pada saat itu.
Dengan kehadiran pasar yang menganut sistem perekonomian Islam disambut hangat oleh masyarakat Madinah karena mampu menyuguhkan sistem perekonomian yang menguntungkan semua pihak, jauh dari riba dan keserakahan. Pasar Madinah inilah yang kemudian menjadi urat nadi perekonomian negara Islam yang pertama, yang berpusat di Madinah.
3. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Anshar
Nabi Muhammad SAW dalam hijrahnya ke Madinah mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Kaum Muhajirin adalah orang-orang Islam dari kota Mekkah yang juga ikut berhijrah ke Madinah bersama dengan Nabi Muhammad SAW, sedangkan kaum Anshar adalah kaum yang menerima kedatangan umat Islam di Madinah. Beliau mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar agar mereka dapat saling membantu dan mengasihi satu sama lain.
Kaum Muhajirin meninggalkan semua harta benda di kota Mekkah untuk hijrah bersama Nabi ke Madinah sehingga sangat membutuhkan bantuan dari kaum Anshar untuk memulai hidup baru. Persaudaraan ini juga akan membentuk suatu solidaritas antara kedua kaum tersebut yang nantinya sangat penting bagi perjuangan umat Islam.
Cara nabi Muhammad SAW mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar:
- Memperkenalkan sistem saudara angkat;
- Setiap Muhajirin mempunyai saudara angkat daripada golongan Anshar;
- Terjalin hubungan kasih sayang dan peraudaraan yang utuh;
- Menyebabkan Muhajirin tidak berasa terasing di negara orang;
- Saling berkasih sayang, bekerja sama, tolong menolong, bersatu padu dan bantu-membantu atas dasar akidah Islam yang satu.
Nabi Muhammad SAW juga mempersaudarakan para sahabat (Muhajirin) dengan kaum Anshar antara lain:
1. Abu Bakar - Kharijah bin Zubair
2. Umar bin Khattab - Itban bin Malik
3. Bilal bin Rabah - Abu Ruwaibah
4. Amin bin Abdullah - Sa'ad bin Muadz
5. Abdul Rahman bin Auf - Sa'ad bin Rabi'
6. Zubair bin Awwam - Salamah bin Salamah
7. Utsman bin Affan - Aus bin Tsabit
8. Thalhak bin Ubaidillah - Ka'ab bin Malik
9. Abu Huzaifah bin Utbah - Ubbah bi Bisyr
10. Ammar bin Yasir - Huzaifah bin Al-Yaman
Piagam Madinah, dokumen paling berpengaruh dalam sejarah peradaban manusia.
Piagam Madinah, dokumen paling berpengaruh dalam sejarah peradaban manusia.
4. Piagam Madinah
Piagam Madinah ini merupakan produk Undang-undang hasil kompromi antara umat Islam dengan non-Muslim di Madinah, yang digunakan sebagai dasar hidup dan aturan yang harus dipatuhi bersama antar pihak yang terkait.
Atas kesuksesan ini, Piagam Madinah dijadikan sebagai Dasar Toleransi Beragama. Inilah yang menginsipirasi umat Islam hari ini untuk tetap menjaga Toleransi Umat Beragama.
Isi Piagam Madinah
Piagam Madiah memuat beberapa soal:
Politik: Nabi Muhammad SAW menyelesaikan semua masalah masyarakat Madinah berasaskan semangat musyawarah dan berlandaskan keadilan.
Agama: Rakyat Madinah bebas memilih dan mengamalkan agama masing-masing, selain itu mereka perlu menghormati agama yang dianut oleh individu yang lain.
Sosial: Setiap individu mempunyai tanggung jawab yang sama terhadap negara Madinah.
Perundangan: Undang-Undang Islam dilaksakanakn secara menyeluruh, menjadikan cara hidup manusia lebih tersusun dan diterima secara luas.
Ekonomi: Semua rakyat diberikan peluang untuk menjalankan perniagaan; amalan riba dan penipuan dilarang sama sekali dalam ekonomi Islam.
Pertahanan: Setiap rakyat mempunyai tanggung jawab untuk mempertahankan Madinah dari ancaman musuh luar.
Kedudukan Yahudi: Mereka mempunyai hak yang sama dengan anggota masyarakat yang lain untuk menikmati keselamatan dan kebebasan.
Demikian strategi dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam (SAW), yang paling memberikan gambatan keberhasilan dalam membangun peradaban. Tak heran bila kemudian Michael H Hart, menjadikan Nabi Muhammad pada rangking pertama dalam karyanya berjudul The 100 a Ranking The Most Influental Persons in History ("Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah"). Sebuah pengakuan dari seorang peneliti sejarah yang bertanggungjawab dalam perjalanan karirnya.
Piagam Madinah
Piagam Madinah, juga dikenal sebagai Piagam Konstitusi Madinah, adalah sebuah dokumen penting dalam sejarah Islam yang ditandatangani pada tahun 622 M di Madinah, Arab Saudi. Piagam Madinah merupakan perjanjian antara Nabi Muhammad dan berbagai suku Arab dan komunitas Muslim di Madinah. Dokumen ini menetapkan dasar-dasar hukum dan tatanan sosial bagi masyarakat Madinah yang beragam.
Poin Penting dalam Piagam Madinah
Perlindungan dan Kebebasan Beragama: Piagam Madinah menjamin kebebasan beragama bagi semua warga Madinah, baik Muslim maupun non-Muslim. Setiap individu memiliki hak untuk menjalankan agama dan keyakinannya tanpa takut diintimidasi atau dianiaya.
Kekuatan Persatuan: Piagam Madinah menggarisbawahi pentingnya persatuan dan kerjasama antara suku-suku Arab dan komunitas Muslim di Madinah. Dokumen ini menetapkan bahwa semua pihak harus saling membantu dan melindungi satu sama lain dalam menghadapi ancaman dari luar.
Penyelesaian Sengketa: Piagam Madinah juga mengatur mekanisme penyelesaian sengketa antara suku-suku Arab dan komunitas Muslim. Dokumen ini menekankan pentingnya dialog, mediasi, dan keadilan dalam menyelesaikan perselisihan.
Perlindungan Properti: Piagam Madinah menjamin perlindungan properti pribadi dan hak milik. Setiap individu memiliki hak untuk memiliki, menjual, dan mentransfer properti mereka tanpa campur tangan yang tidak sah.
Kedudukan Wanita: Piagam Madinah memberikan perlindungan dan hak-hak kepada wanita. Dokumen ini melarang perlakuan tidak adil terhadap wanita dan menetapkan bahwa mereka memiliki hak-hak yang sama dengan pria dalam masyarakat.
Komitmen terhadap Kedamaian: Piagam Madinah menegaskan komitmen untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Madinah. Dokumen ini melarang tindakan kekerasan dan mempromosikan penyelesaian damai dalam konflik.
Piagam Madinah merupakan tonggak penting dalam sejarah Islam karena menetapkan dasar-dasar hukum dan tatanan sosial yang adil dan inklusif. Dokumen ini menjadi contoh bagi perjanjian-perjanjian konstitusional di masa depan dan menunjukkan pentingnya persatuan, kebebasan beragama, dan perlindungan hak asasi manusia dalam masyarakat.
Mengenal Khulafaur Rasyidin dan Masa Kepemimpinannya
Membahas tentang sejarah kejayaan Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw pada masa awal tidak bisa lepas dari salah satu perjuangan para pemimpinan Islam di era setelahnya, atau yang lebih masyhur dengan sebutan Khulafaur Rasyidin. Pada masa ini merupakan masa paling cemerlang dalam sejarah kaum muslimin setelah masa Rasulullah. Para khulafaur rasyidin merupakan pemegang estafet kepemimpinan Islam untuk melanjutkan perjuangan Rasulullah. Oleh karena itu, tidak etis jika membahas masa keemasan Islam di masa awal namun tidak menyinggung pimpinan kaum muslimin pada masa itu.
Adapun tokoh-tokoh pimpinan kaum muslimin yang memiliki gelar Khulafaur Rasyidin adalah, Sayyidina Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Hasan bin Ali, dan Umar bin Abdul Aziz, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syekh Nawawi Banten dalam kitabnya, Sullam al-Munajah Syarah Safinatis Shalat. Para khulafaur rasyidin menjadi pimpinan-pimpinan yang sangat adil, dan bijaksana, sebagaimana sosok yang menjadi teladan bagi mereka, yaitu Rasulullah.
Mereka mewakili nabi dalam mewujudkan keadilan, menyebarluaskan kebajikan dan kasih sayang, serta ucapan dan perbuatannya tidak pernah menyimpang dari ajaran suci yang dibawa olehnya. Era itulah yang menjadi parameter dalam mengukur sejauh mana lurusnya penguasa setelah Rasulullah.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Syekh Nawawi Banten (wafat 1316 H) dalam kitab Sullam al-Munajah Syarah Safinatis Shalat, cetakan Darul Kutub al-Wasathiyah, halaman 5-6, sebagai berikut: Abu Bakar As-Shiddiq Setelah Rasulullah wafat, sahabat Abu Bakar yang sekaligus mertuanya ditunjuk oleh para sahabat sebagai penggantinya untuk memegang kendali umat Islam, sekaligus melanjutkan estafet kepemimpinan menantunya itu. Ia merupakan khulafaur rasyidin pertama yang menjadi pimpinan umat Islam setelah Rasulullah. Sosok yang santun, adil, penyayang, dan bijaksana dalam dirinya, merupakan representasi dari apa yang ia lihat dari Rasulullah dalam memimpin umat Islam. Oleh karena itu, para sahabat sepakat untuk menunjuknya sebagai pimpinan umat Islam saat itu.
Menurut Syekh Nawawi Banten, Abu Bakar menjadi pimpinan umat Islam selama dua tahun setengah. Saat itu, ia tidak hanya memiliki tugas untuk menyebarkan ajaran Islam, namun juga memiliki tanggung jawab untuk mengembalikan kaum muslimin yang sudah keluar dari ajaran Islam (murtad) pasca-meninggalnya Rasulullah.
Setelah genap memimpin umat Islam selamat dua tahun setengah. Ia wafat di usia 63 tahun. Ia meninggalkan umat Islam pada malam Selasa tanggal 23 Jumadil Akhir, antara waktu Maghrib dan Isya, kemudian dimakamkan di Madinah berdekatan dengan makam Rasulullah. Adapun penyebab wafatnya, sebagaimana disebutkan oleh Syekh Nawawi, yaitu disebabkan sedih yang terus menerus karena ditinggal oleh Rasulullah.
Umar bin Khattab Setelah sahabat Abu Bakar wafat, Sayyidina Umar merupakan satu-satunya sahabat yang dipilih untuk melanjutkan perjuangan sahabat dekatnya itu. Sikapnya yang tegas dalam berdakwah, dan bijaksana dalam menyebarkan ajaran Islam menjadi salah satu alasan di balik terpilihnya Umar untuk menjadi pimpinan kaum muslimin.
Umar bin Khattab merupakan khulafaur rasyidin kedua setelah sahabat Abu Bakar. Ia menjadi pimpinan umat Islam selama sepuluh bulan dan lima hari. Dalam catatan sejarahnya, ia mampu menyebarkan ajaran Islam dengan sangat luas sekalipun dengan tempo yang sangat singkat selama menjadi pemimpin. Sayyidina Umar wafat di usia 63 tahun, sebagaimana usia sahabat Abu Bakar. Ia meninggalkan umat Islam pada hari Rabu tanggal 27 bulan Dzulhijah, setelah dibunuh oleh Abu Lu’luk al-Mughirah (Fairuz), saat sedang melakukan shalat Subuh, kemudian dimakamkan di Madinah berdekatan dengan makam Rasulullah dan Abu Bakar.
Utsman bin Affan Sayyidina Utsman bin Affan merupakan piminan umat Islam ketiga dalam sejarah khulafaur rasyidin setelah masa kepemiminan Sayyidina Umar. Ia memimpin kaum muslimin dengan tempo yang tidak sedikit, yaitu selama dua belas tahun kurang dua belas hari.
Selama menjadi pemimpin umat Islam, ia telah berhasil menaklukkan berbagai kerajaan-kerajaan yang menentang terhadap ajaran yang ia dakwahkan. Terbukti, pada masa kepemimpinannya itu, ia telah berhasil menyebarkan ajaran Islam hingga kota Mesir. Tepat di masa keemasan pimpinannya itu, Utsman bin Affan pergi meninggalkan umat Islam di usia 88 tahun. Ia wafat karena dibunuh oleh penduduk Mesir dan orang-orang Khawarij setelah melaksanakan shalat Ashar, tepat pada hari Rabu tanggal 18 Dzulhijjah, kemudian dimakamkan di Makbarah Baqi’ di Madinah.
Ali bin Abi Thalib “Saya (Rasulullah) adalah gudangnya ilmu, dan Ali adalah pintunya ilmu.” Demikian salah satu hadits populer perihal kelebihan Sayyidina Ali dari sahabat yang lainnya. Ia menjadi sahabat pertama yang masuk Islam dari kalangan anak kecil, sekaligus menjadi suami dari putri Rasulullah, Sayyidah Fatimah az-Zahra.
Ali bin Abi Thalib merupakan khulafaur rasyidin keempat setelah wafatnya Utsman bin Affan. Ia dipercaya untuk melanjutkan perjuangan Rasulullah dan para pimpinan Islam sebelumnya. Pada masa kepemimpinannya, ia berhasil menyebarkan ajaran Islam melebihi jangkauan khulafaur rasyidin sebelumnya. Tepat di masa kepemimpinannya yang sudah mencapai 5 tahun, ia meninggalkan umat Islam setelah dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam di usia 65 tahun. Pembunuhan tersebut terjadi malam Jumat 17 Ramadhan tahun 40 H, kemudian dimakamkan di Kufah.
Hasan bin Ali Setelah ayahnya, Sayyidina Ali wafat karena dibunuh, Sayyidina Hasan sebagai anaknya mengambil alih kepemimpinannya. Ia melanjutkan perjuangan ayahnya dalam menyebarkan ajaran Islam, dengan mengambil alih estafet kepemimpinannya di Kufah. Di masa kepemimpinan Sayyidina Hasan, system yang ia terapkan tidak jauh beda dengan apa yang diterapkan oleh ayahnya. Hanya saja, ia menjadi pimpinan umat Islam dengan tempo yang tidak terlalu lama, yaitu 6 bulan kurang satu hari.Kendati waktu yang singkat, ia berhasil dalam mengemban amanah beratnya itu.
Ia merupakan sosok yang sangat tegas dan bijaksana. Keadaan politik yang memanas saat itu berhasil ia kendalikan dengan baik. Syekh Nawawi mengatakan bahwa pada bulan Muharram ia jatuh sakit, kemudian beberapa hari setelah itu, tepatnya di pertengahan bulan Muharram ia wafat, kemudian dimakamkan di Baqi’, Madinah.
Umar bin Abdul Aziz Salah satu pimpinan yang masuk dalam daftar khulafaur rasyidin menurut sebagian ulama adalah khalifah Umar bin Abdul Aziz. Ia merupakan sosok pemimpin yang sangat amanah dan jujur dengan apa yang menjadi kewajibannya.